Makassar – Praktisi hukum sekaligus Ketua Peradi Makassar, Amiruddin Lili, SH., MH., mengapresiasi keberhasilan Tim Khusus Gabungan Intelijen Komando Daerah Militer (Kodam) XIV/Hasanuddin dalam mengungkap kasus penipuan digital berskala besar. Keberhasilan ini menurutnya telah membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi TNI, yang selama ini dianggap tidak memiliki kewenangan langsung dalam urusan penegakan hukum sipil.
Namun, di sisi lain, Amiruddin juga menyoroti langkah Polda Sulsel yang dipertanyakan, terkait pemulangan 37 dari 40 orang yang sebelumnya diamankan dalam penggerebekan tersebut. “Polda Sulsel harus berani mengambil sikap tegas. Jika tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka seyogianya 37 orang lainnya pun ditahan untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut,” tegas Amiruddin.
Menurutnya, berdasarkan hukum pidana, khususnya Pasal 55 dan 56 KUHP, setiap orang yang turut serta melakukan kejahatan, walau dengan peran yang berbeda-beda dalam satu kelompok, dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. “Ketika kejahatan dilakukan bersama-sama oleh lebih dari dua orang, semua yang terlibat dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai pelaku langsung maupun turut membantu,” jelasnya.
Amiruddin melanjutkan, dari fakta yang ada, 40 orang tersebut ditangkap secara bersamaan di lokasi yang sama, dengan barang bukti sebanyak 140 unit handphone yang diduga digunakan dalam kejahatan digital. Namun, hanya tiga orang yang dinaikkan statusnya menjadi tersangka dengan alasan memenuhi dua alat bukti. “Kalau dari awal mereka ditemukan dalam satu tim kerja dan diduga melakukan kejahatan bersama, maka minimal semua harus diperiksa lebih dalam, dan tidak serta-merta dipulangkan,” tambahnya.
Ia juga mempertanyakan inkonsistensi dalam tindakan penegakan hukum ini. “Ketika Polda berani menahan tiga orang, harusnya berani juga menahan yang lainnya. Karena ketiganya bagian dari satu rangkaian peristiwa pidana yang dilakukan bersama-sama,” ujar Amiruddin.
Di sisi lain, Amiruddin memberikan pandangannya terkait penangkapan awal yang dilakukan TNI. Ia mengakui bahwa secara ketentuan KUHAP, TNI tidak berwenang melakukan penangkapan terhadap warga sipil. Namun dalam konteks membantu Polri memberantas kejahatan, tindakan TNI ini dapat dibenarkan, sepanjang hasil tangkapan diserahkan kepada Kepolisian untuk diproses hukum lebih lanjut.
“TNI memang bukan penegak hukum dalam arti KUHAP, namun mereka punya fungsi membantu Polri dalam situasi tertentu, termasuk dalam pemberantasan kejahatan luar biasa seperti cyber crime,” jelas Amiruddin.
Sebagai masyarakat sipil dan praktisi hukum, Amiruddin tetap mengapresiasi langkah tegas TNI. “Saya, atas nama masyarakat dan selaku praktisi hukum, tetap mengucapkan terima kasih kepada TNI karena telah membantu memberantas kejahatan cyber yang selama ini seolah-olah dibiarkan tumbuh subur,” tegasnya.