Makassar, Sulawesi Selatan – Permasalahan aset kendaraan milik perusahaan pembiayaan yang banyak dikuasai oleh oknum aparat penegak hukum di Sulawesi Selatan kembali menjadi sorotan. Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Musakkir, SH., MH., menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum, terutama jika kendaraan tersebut masih dalam proses kredit dan menjadi objek jaminan fidusia.
Menurut Prof. Musakkir, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia secara tegas melarang pengalihan kepemilikan kendaraan tanpa seizin perusahaan pembiayaan. “Jika kendaraan tersebut digadai atau dijual tanpa sepengetahuan perusahaan pembiayaan, hal itu jelas melanggar hukum,” ujar Prof. Musakkir saat ditemui.
Ia juga menjelaskan bahwa Pasal 30 UU Jaminan Fidusia memberikan kewenangan kepada perusahaan pembiayaan untuk mengambil alih aset jika terjadi pelanggaran. “Penerima fidusia berhak meminta bantuan pengadilan atau aparat yang berwenang untuk mengamankan aset tersebut,” tambahnya.
Dugaan Penguasaan Aset oleh Oknum Aparat
Permasalahan ini semakin pelik karena sejumlah aset kendaraan yang menjadi objek fidusia diduga dikuasai oleh oknum aparat penegak hukum. Perwakilan dari perusahaan pembiayaan BCA Finance, berinisial MM, mengungkapkan bahwa berdasarkan investigasi internal mereka, sekitar 70% aset kendaraan yang masih dalam proses kredit telah dikuasai oleh oknum aparat di Makassar.
“Kami mengalami kesulitan untuk mengamankan aset kami karena mereka memanfaatkan kekuasaan untuk melakukan perlawanan,” ungkap MM. Lebih lanjut, MM menjelaskan bahwa beberapa kasus sudah dilaporkan ke pihak berwenang, namun penyelesaiannya sering kali tidak konsisten. “Biasanya, jika sudah di institusinya, kasus itu diselesaikan oleh pimpinannya. Jadi, tidak ada keseragaman dalam penanganan,” katanya.
Pentingnya Kolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum
Prof. Musakkir menyarankan agar perusahaan pembiayaan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengamankan aset-aset yang bermasalah. Ia juga menekankan perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap oknum yang terlibat dalam pelanggaran ini.
“Perusahaan pembiayaan harus melibatkan aparat penegak hukum yang netral dan berintegritas untuk membantu mereka. Ini penting untuk memastikan hak-hak perusahaan terlindungi dan hukum tetap ditegakkan,” jelasnya.
Harapan untuk Penegakan Hukum yang Konsisten
Permasalahan ini mencerminkan adanya celah dalam penegakan hukum terkait fidusia di Sulawesi Selatan. Ketegasan pemerintah dan institusi terkait sangat dibutuhkan untuk memastikan kasus serupa tidak terulang.
Dengan penanganan yang tegas dan konsisten, diharapkan supremasi hukum tetap terjaga, dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dapat dipulihkan.